Rabu, 25 Oktober 2023 – 09:55 WIB
Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot melemah pada perdagangan Rabu pagi, 25 September 2023. Rupiah terpantau melemah sebesar 2 poin atau 0,11 persen ke posisi Rp 15.866 per dolar AS, dibandingkan pada penutupan sebelumnya senilai Rp 15.864 per dolar AS.
Baca Juga :
Wakaf Tak Sekadar Sedekah Jariyah, Ini 5 Perannya dalam Membangun Ekonomi
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) terakhir atau kemarin sore, mematok rupiah di angka Rp 15.869 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpeluang menguat terhadap dolar AS pada hari ini. Hal itu seiring dengan menurunnya tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS, yang mana tenor 10 tahun masih tertekan di area 4,81 persen.
Baca Juga :
Jokowi Janji Beri Insentif untuk Sektor Properti, PPn Bakal Disubsidi
Baca Juga :
Nilai 1 Dolar AS Dekati Rp 16.000, Jokowi Pastikan Masih Aman
“Selain itu, kekhawatiran pelaku pasar yang sedikit mereda terkait perang Israel-Hamas yang masih berlangsung. Karena pelaku pasar belum melihat konflik ini meluas, membantu pelaku pasar masuk lagi ke aset berisiko dan mendorong pelemahan dolar AS,” ujar Ariston kepada VIVA Rabu, 25 Oktober 2023.
Di sisi lain, jelas Ariston, pelaku pasar masih harus mewaspadai kembali menguatnya dolar AS. Sebab, berdasarkan data ekonomi AS terbaru menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur dan sektor jasa AS bulan Oktober berekspansi atau bertumbuh.
“Ini menunjukkan kondisi ekonomi AS cukup solid dan meningkatkan peluang Bank Sentral AS mempertahankan suku bunga tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama,” jelasnya.
Menurutnya, ekspektasi suku bunga tinggi AS itu mendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya. Pun, pagi ini indeks dolar AS sudah naik lagi ke atas 106 setelah kemarin bergerak di kisaran 105.
Adapun potensi penguatan rupiah terhadap dolar AS hari ini ke arah Rp 15.830-Rp 15.800. Sedangkan potensi pelemahan ke area Rp 15.900.
Halaman Selanjutnya
“Ini menunjukkan kondisi ekonomi AS cukup solid dan meningkatkan peluang Bank Sentral AS mempertahankan suku bunga tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama,” jelasnya.