Di Desa Sumbersalak, Kecamatan Curahdami, hidup seorang lelaki renta bernama Saniman, yang pada usia 65 tahun sudah berjuang menghadapi keterbatasan hidup. Meskipun terdaftar sebagai penerima bantuan sosial, Saniman dan keluarganya tidak pernah menerima bantuan tersebut. Kejadian serupa dialami oleh nenek bernama Turni, saat putranya menemukan bahwa bantuan sosial atas nama ibunya telah tersalurkan namun uangnya tidak pernah diterima oleh keluarga. Dugaan penyalahgunaan ini mencuat ke permukaan, dengan 28 dari 124 Keluarga Penerima Manfaat di desa tersebut diduga menjadi korban penyimpangan.
Praktik semacam ini menimbulkan kerugian sosial, dengan banyak korban yang tak berdaya dan sulit melawan penyalahgunaan tersebut. Program pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH) yang seharusnya membantu keluarga miskin justru menjadi sumber penderitaan baru bagi masyarakat rentan. Jika keadilan tidak diupayakan, harapan dan kepercayaan dalam sistem sosial akan semakin pudar.
Permintaan perlindungan hukum dan keadilan bukan sekadar soal uang, melainkan tentang menyelamatkan kepercayaan dan harapan masyarakat miskin. Kasus di Sumbersalak hanyalah sebagian kecil dari potret penyalahgunaan bantuan sosial yang lebih luas di Indonesia. Sorotan publik dan tindakan penegak hukum menjadi kunci dalam menegakkan keadilan bagi masyarakat miskin yang rentan terhadap penyalahgunaan program-program bantuan sosial.
Diharapkan penegakan hukum akan memberikan keadilan bagi korban dan mendorong perubahan dalam penerapan program bantuan sosial seperti PKH, sehingga tidak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Jeritan Saniman dan Turni harus dijadikan inspirasi untuk membela hak-hak masyarakat miskin dan menegakkan keadilan sosial di Indonesia.