Nilai tukar rupiah telah turun ke level terlemah dalam empat tahun terakhir. Jika terus melemah, pelaku usaha menjadi panik.
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), rupiah melemah sebesar Rp16.176 per dolar AS pada Selasa, 16 April. Penguatan dolar dipicu oleh pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang di atas ekspektasi pasar dalam hal data inflasi dan penjualan ritel.
Ini membuat para investor membawa dolar dari negara berkembang kabur ke AS. situasi ini semakin buruk dengan konflik geopolitik di Timur Tengah. Akibatnya, investor memilih membawa aset mereka ke negara dengan perekonomian yang kuat.
Menurut Analis Keuangan Sutardjo Tui, krisis politik di Timur Tengah diyakini akan berlangsung lama. Hal ini berdampak pada kelangkaan pasokan bahan bakar di pasar yang menyebabkan gejolak harga.
Kenaikan harga ini berimbas pada inflasi di AS yang belum mereda. Tingkat inflasi yang tinggi membuat bank sentral AS (The Fed) belum menurunkan tingkat suku bunga. Hal ini mendorong aliran dana dari beberapa negara berkembang ke AS.
Jika Bank Indonesia tidak melakukan intervensi yang tepat, rupiah akan terus melemah. BI perlu menenangkan pasar agar nilai tukar rupiah tidak terus merosot.
“Oleh karena itu, Bank Indonesia harus intervensi di pasar uang agar aliran dana bisa terkendali,” ujar Sutardjo Tui, pada Selasa, 16 April.
Dia berharap BI memperkuat devisa untuk sedikit mencegah pelemahan nilai tukar rupiah.
Peneliti ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf R. Manilet, menyarankan agar BI lebih aktif dalam menstabilkan nilai tukar rupiah sebagai antisipasi terhadap dampak konflik Iran dan Israel.