Massa Demonstrasi (Foto: Wildan/suaraindonesia.co.id)
SUMENEP, Suaraindonesia.co.id- Bertepatan dengan puncak Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Sumenep yang ke-754, mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Kepulauan Sapeken (Himpass), membeberkan sejumlah kinerja Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) setempat, yang dinilai buruk, Selasa (31/10/2023).
Koordinator Aksi Andy Papa menjelaskan, beberapa kinerja Dinsos P3A Sumenep yang masih dianggap buruk, antara lain adalah pemberantasan kemiskinan.
Dia menyayangkan, bahwa anggaran perjalanan dinas (Perdin) dan makan minum (Mamin) lebih besar daripada bantuan sosial, kepada lanjut usia dan masyarakat yang membutuhkan.
Dia merinci, anggaran perdin Dinsos P3A sekitar Rp 1,3 Miliar. Sementara itu, bantuan kepada perempuan lanjut usia hanya cukup untuk makan 3 hari, berupa mie instan, gula pasir 1kg, minyak goreng 1 liter dan beras 5 kg, yang kemudian diberikan kepada 6000 perempuan lanjut usia. Atau dapat disimpulkan bahwa anggaran bantuan diduga lebih kecil dari pada perdin sekitar Rp 900 juta.
Dengan hal tersebut, pihaknya menduga bahwa terdapat indikasi monopoli anggaran yang dilakukan oleh individu di dinas sosial dan P3A secara terencana oleh kepala dinas dan konstituennya dengan anggaran yang cukup fantastis.
Selanjutnya adalah pengentasan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Kabupaten Sumenep. Pasalnya, jumlah kasus tersebut, disebut terus naik dari tahun ke tahun. Namun, Dinsos P3A Sumenep, masih belum bisa memberikan solusi yang tepat, selain hanya melakukan sosialisasi.
Dia menegaskan bahwa, meningkatnya kekerasan terhadap perempuan ini menjadi kasus yang harus ditangani dengan maksimal, karena dapat menyebabkan gangguan psikologis terutama kepada korban.
“Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin meningkat di Kabupaten Sumenep, maka dinas sosial harus memahami konsep PUG (pengarusutamaan Gender) dan harus memiliki solusi, jangan hanya sosialisasi saja yang menghabiskan anggaran,” lanjutnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga mempertanyakan kejelasan bantuan mobil dari KEI. Pasalnya, hingga saat ini hal tersebut tampak hanya menjadi pajangan saja dan tidak memberikan dampak yang signifikan kepada masyarakat luas.
“Di sisi lain, Kepala Dinas Sosial dan P3A ini merupakan satu-satunya Kepala Dinas yang terindikasi banyak terlibat dalam kasus hukum namun belum terungkap dengan jelas kepada publik,” tandasnya.
Menghadapi semua kekecewaan tersebut, massa aksi menuntut beberapa hal antara lain, Bupati harus mengevaluasi dinas sosial dan P3A Kabupaten Sumenep. Meminta kejelasan mengenai bantuan mobil dari KEI yang hingga saat ini belum didistribusikan kepada penerima.
Meminta kepala dinas sosial dan P3A untuk mundur dari jabatannya. Jika keempat tuntutan di atas tidak diindahkan, maka Bupati Sumenep harus mundur sebagai Kepala Daerah Kabupaten Sumenep.
Sementara Kabid Rehabilitasi Sosial Dinsos P3A Sumenep, Fajarisman, mengungkapkan bahwa dirinya tidak bisa memberikan banyak komentar karena hal tersebut merupakan ranah dan wewenang Kepala Dinas.
Dia mengaku hanya ditugaskan untuk menyampaikan bahwa Kepala Dinas sedang bertugas mengikuti Rapat Paripurna di Gedung DPRD.
“Selain itu, bukan kapasitas saya untuk menjawab,” katanya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Dinsos P3A Sumenep, Dzulkarnain, sampai saat ini belum memberikan respon apapun saat dikonfirmasi oleh Suaraindonesia.co.id melalui WhatsApp.
»Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Wildan Mukhlishah Sy |
Editor | : Imam Hairon |