AJI Jember Menyoroti Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual dalam Konteks Tidak Ramah Terhadap Anak dan Berfokus pada Perspektif Korban

by -61 Views
AJI Jember Menyoroti Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual dalam Konteks Tidak Ramah Terhadap Anak dan Berfokus pada Perspektif Korban

Suasana diskusi yang diselenggarakan oleh AJI Jember di salah satu kafe di Kecamatan Sumbersari, Sabtu 28 September 2024. (Foto: Fathur Rozi/Suara Indonesia)

SUARA INDONESIA, JEMBER – Praktik pemberitaan kasus kekerasan seksual di media massa dianggap belum ramah terhadap anak dan belum memiliki perspektif yang baik terhadap korban.

Beberapa berita terkini tentang kasus pemerkosaan siswi SMP di Kabupaten Jember menunjukkan bahwa masih ada media yang menampilkan foto keluarga dekat korban. Hal ini dapat membuat identitas korban menjadi mudah teridentifikasi.

Menurut etika jurnalistik, media massa seharusnya tidak mengungkap identitas korban kejahatan seksual, termasuk pelaku dan korban yang masih di bawah umur.

Jurnalis juga harus bertindak secara profesional dengan menghormati hak privasi dan pengalaman traumatis korban dalam penyajian berita. Penggunaan inisial nama korban dan merahasiakan informasi seperti nama, alamat, umur, dan hubungan korban dengan pelaku merupakan hal yang harus dilakukan.

Dalam pemberitaan kejahatan seksual, tidak diperbolehkan menggunakan bahasa yang menghakimi atau menyalahkan korban. Penggunaan kata “korban” sebaiknya diganti dengan “penyintas” kecuali korban belum pulih dari peristiwa tersebut.

Dalam konteks pemberitaan kekerasan seksual, perlu mendapatkan persetujuan dari korban atau keluarganya sebelum berita dipublikasikan.

Rosnida Sari dari Majelis Etik dan Peradilan Organisasi (MEPO) AJI Jember menegaskan pentingnya menghormati privasi korban dan menjalankan prinsip-prinsip etika dalam pemberitaan kekerasan seksual.

Artikel ini dipublikasikan oleh Fathur Rozi (Magang) dan diedit oleh Mahrus Sholih.

Untuk berita lainnya, kunjungi SUARA INDONESIA di Google News.


Artikel di atas membahas pentingnya menghormati privasi korban dalam pemberitaan kekerasan seksual. Media massa diingatkan untuk tidak mengungkap identitas korban dan menggunakan bahasa yang menghormati pengalaman traumatis korban. Selain itu, persetujuan korban atau keluarganya juga perlu dijunjung tinggi sebelum pemberitaan dipublikasikan.