Diskusi Prodi HI UKI dengan DPR RI Mengenai Regulasi Intelijen di Indonesia

by -122 Views
Diskusi Prodi HI UKI dengan DPR RI Mengenai Regulasi Intelijen di Indonesia

Diskusikan Aturan Intelijen di Indonesia oleh Prodi HI UKI Bersama DPR RI

Undang-Undang No.17/2011 menyatakan bahwa intelijen negara bertanggung jawab untuk melakukan upaya, kegiatan, dan tindakan dalam deteksi dini dan peringatan dini guna mencegah, menangkal, dan mengatasi ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional.

Anggota Komisi I DPR RI, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Dr. H. Tubagus Hasanuddin, S.E., M.M., M.Si, dalam Focus Group Discussion (FGD) “Aturan Tambahan dalam Spionase: Jejaring Atau Kuasa, Sebuah Diskursus” yang diadakan oleh Prodi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Kristen Indonesia (UKI) bersama Departemen HI UI, menyatakan bahwa peran intelijen negara adalah melakukan deteksi dini terhadap ancaman kepentingan dan keamanan nasional.

Tubagus Hasanuddin menegaskan bahwa Undang-undang Intelijen mengatur kegiatan intelijen, namun yang terpenting adalah menjaga moralitas agar aktivitas intelijen tidak disalahgunakan untuk kepentingan lain. Perkembangan pesat teknologi alat sadap dalam beberapa tahun terakhir memberikan kemampuan pengawasan yang lebih efektif dan invasif.

Guru Besar Ilmu Keamanan Internasional Fisipol UKI, Prof. Angel Damayanti, Ph.D., menyoroti aturan tentang penyadapan yang tercantum dalam Rancangan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Menurutnya, penting untuk menjadikan keamanan dan hak asasi manusia sebagai prioritas dalam kegiatan spionase.

Prof. Angel juga menjelaskan pentingnya RUU spionase, norma, etika dalam pengumpulan informasi, serta perlunya kejelasan dalam mendefinisikan ancaman untuk membuat regulasi yang efektif. Arthuur Jeverson Maya, M.A., Kepala Program Studi Hubungan Internasional Fisipol UKI, juga menyampaikan pandangannya terkait kontradiksi dalam hubungan negara dengan spionase dan kemajuan teknologi dalam akses informasi.

FGD ini dihadiri oleh beberapa narasumber dan disimpulkan bahwa ruang diskusi terkait spionase dan intelijen harus tetap terbuka agar tidak melanggar etika dan moralitas dalam memberangus kebebasan publik berpendapat. (Z-7)

Source link