Global Strategic Challenges: Addressing Climate Change

by -263 Views
Global Strategic Challenges: Addressing Climate Change

Menurut prediksi banyak pakar, termasuk dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia hanya memiliki 13 tahun mulai dari tahun 2023 untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah.

Dalam 13 tahun mendatang, ekonomi Indonesia harus tumbuh dengan cepat dengan tingkat di atas 6% – sebuah tantangan yang cukup berat mengingat angka pertumbuhan ekonomi rata-rata global hanya sekitar 2%. Selain itu, kita tidak hidup dalam isolasi, dan dunia saat ini menghadapi berbagai krisis.

Pada bulan Oktober 2023, Presiden Joko Widodo menyatakan, “Tantangan ke depan tidak semakin ringan tetapi semakin berat. Dunia tidak dalam keadaan baik. Ada perang, perubahan iklim, dan krisis pangan.”

Perubahan Iklim

September 2023 merupakan bulan September terpanas sepanjang sejarah Bumi. Kenaikan suhu global ini merupakan hasil dari peningkatan aktivitas manusia sejak revolusi industri pada tahun 1760-an, yang melibatkan pembakaran bahan bakar fosil dan peningkatan konsentrasi karbon dioksida serta gas rumah kaca lainnya di atmosfer.

Pada tahun 2015, 195 negara termasuk Indonesia menandatangani Kesepakatan Paris, yang berkomitmen untuk membatasi kenaikan suhu global menjadi maksimum 2 derajat Celsius di atas level pra-industri. Hal ini dapat dicapai dengan beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi baru dan terbarukan.

Oleh karena itu, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia berjanji untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara baru, melakukan pensiun dini terhadap pembangkit yang lebih tua, memberikan insentif untuk kendaraan listrik, dan mengembangkan pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan seperti energi surya (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), panas bumi, dan hidro (Pembangkit Listrik Tenaga Hydro).

Pada tahun 2023, Indonesia juga meluncurkan pasar perdagangan karbon untuk memfasilitasi dan mempercepat insentif ekonomi untuk mencegah deforestasi dan proyek reboisasi.

Namun, upaya global untuk mencapai emisi gas rumah kaca net-zero belum optimal. Tahun ini, suhu rata-rata global sudah mencapai 1,5 derajat Celsius di atas level pra-industri.

Dampak dari kenaikan suhu ini dirasakan tidak hanya di luar negeri tetapi juga di Indonesia.

Perubahan iklim telah menyebabkan kekeringan dan hujan ekstrem yang mengurangi produksi pangan, meningkatkan ketidakamanan pangan, menaikkan harga pangan, dan mengancam nyawa.

Peningkatan permukaan air laut juga membahayakan nyawa penduduk Indonesia yang tinggal di pulau-pulau kecil dan daerah pesisir. Sebagian Jakarta bahkan diprediksi akan tenggelam dalam 20-30 tahun ke depan jika tidak ada tindakan yang diambil.

Hal ini berarti kita harus segera mengembangkan kemampuan tambahan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Misalnya, petani kita harus memiliki akses ke benih yang lebih tahan kekeringan. Rumah-rumah nelayan kita di pantai harus lebih kuat untuk menahan gelombang pasang yang semakin tinggi.

Ini bukanlah tantangan yang kecil karena akan membutuhkan sumber daya finansial yang signifikan dan kemampuan adaptasi yang tinggi.

Source link