Transforming Cooperatives to Promote Equity and Self-Sufficiency

by -64 Views

Oleh Prabowo Subianto, kutipan dari “Strategi Transformasi Nasional: Menuju Indonesia Emas 2045,” halaman 211-212, edisi softcover keempat.

Koperasi pada dasarnya tentang menjajarkan lapangan bermain. Mereka ada untuk memberdayakan mereka yang berada dalam kekurangan, itulah mengapa revitalisasi mereka dalam ekonomi kita sangat penting.

Namun, hal ini tidak berarti bahwa kita harus memperkuat koperasi atas biaya sektor swasta. Jauh dari itu. Doktrin ekonomi kita mendorong persaingan: biarkan sektor swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan koperasi bersaing untuk kemajuan.

Tetapi koperasi-lah yang bertugas untuk mendukung atau memberdayakan yang kurang beruntung. Prinsip ini bukan tentang menciptakan oposisi melainkan tentang bergerak maju bersama.

Oleh karena itu, sektor swasta, BUMN, dan koperasi sama-sama memiliki peran dalam mendorong ekonomi negara kita. Masing-masing, dengan kekuatan uniknya, dapat memberikan kontribusi yang signifikan. Pendekatan ini telah berhasil diterapkan di negara-negara seperti Korea, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan China.

Pernah ada waktu di mana koperasi Indonesia menjadi iri bagi banyak negara, yang datang untuk belajar dari inisiatif kita seperti BIMAS dan BULOG, serta perjalanan kita menuju swasembada.

Saya yakin dengan kepemimpinan yang tepat, koperasi di Indonesia bisa berkembang dan menjadi alat yang kuat untuk keadilan.

Ya, akan ada tantangan dan kegagalan.

Misalnya, mari kita bicara tentang produksi dan distribusi pupuk. Pupuk diproduksi oleh pabrik-pabrik milik negara, oleh rakyat, bukan? Uang rakyat yang membangun pabrik-pabrik itu. Modal kerja adalah uang rakyat. Namun, begitu pupuk diproduksi dan siap didistribusikan, pupuk tersebut berakhir di tangan distributor swasta. Selama masa Presiden Suharto, era Orde Baru, tidak seperti ini. Distribusi pupuk ditangani oleh koperasi, unit koperasi desa (KUD).

Karena beberapa menganggap koperasi tidak sejalan dengan prinsip pasar bebas, mereka digantikan oleh perusahaan swasta. Dengan privatisasi, distribusi jatuh ke tangan perusahaan-perusahaan terbatas (PT), membawa situasi yang terlalu akrab di Indonesia, bukan? Nepotisme menjadi pusat perhatian.

Jadi, kita perlu kembali ke prinsip-prinsip yang benar. Ini adalah milik rakyat, dibangun dengan uang rakyat, didanai oleh anggaran negara – uang rakyat; distribusinya juga harus dilakukan oleh rakyat, melalui koperasi dan pemerintah jika perlu.

Selain menjadi alat untuk keadilan, koperasi juga dapat menggerakkan swasembada kita. Namun hal ini membutuhkan usaha bersama, pemikiran, dan komitmen yang serius. Kita tidak bisa menganggap ini seperti bisnis biasa. Ini bukan tugas biasa. Kita harus mendekatinya sebagai usaha nasional.

Source link