Selasa, 24 Oktober 2023 – 22:31 WIB
Jakarta – Dewan Pakar DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Tri Chandra Aprianto, mengungkapkan bahwa petani di Indonesia saat ini menghadapi kesulitan dalam merasakan kehadiran negara, terutama dalam sengketa antara kawasan lahan sawit dan kawasan hutan.
Menurut Tri, para petani memiliki izin usaha yang legal dan telah produktif di lahan tersebut selama puluhan tahun. Namun, legalitas mereka dihambat oleh regulasi lain sehingga dianggap tidak sah secara sepihak.
“Kami sudah menjadi petani sawit selama dua generasi. Seharusnya petani diberikan pengetahuan, pendidikan, dan pembinaan. Tapi hal itu sama sekali tidak terjadi,” kata Tri dalam pernyataannya pada Selasa, 24 Oktober 2023.
Tri menjelaskan bahwa petani sawit seolah-olah dianggap sebagai orang hutan karena lahan sawit secara tiba-tiba dimasukkan ke dalam kawasan hutan tanpa batas yang jelas dan tanpa pengukuran yang jelas.
“Kami sudah mengolah sawit selama dua generasi. Tiba-tiba kami dianggap sebagai orang hutan. Menurut kami, ini adalah hal yang tidak masuk akal,” ujar Tri.
Sementara itu, Pakar Hukum Kehutanan, Sadino, menambahkan bahwa regulasi merupakan akar permasalahan lahan kelapa sawit sehingga Pemerintah menganggap izin usaha yang dimiliki petani sebagai pelanggaran karena adanya pertentangan aturan.
“Permasalahan yang kita hadapi ini adalah dasar pengaturan regulasi yang rumit dari segi hukum,” tegasnya.
Seperti yang diketahui, sengketa sawit terjadi karena adanya penambahan kebijakan baru dalam Undang-undang Cipta Kerja yang berkaitan dengan perizinan usaha sawit, khususnya Pasal 110 A dan 110 B.
Permasalahannya adalah adanya benturan antara Hak Guna Usaha (HGU) yang telah dimiliki perusahaan dan masyarakat selama puluhan tahun, dengan penunjukan kawasan hutan oleh pemerintah.
Halaman Selanjutnya
Sumber: Dok. Istimewa