Minyak Dunia Diperkirakan Akan Mencapai Harga US$100 Per Barel, Pertamax Diperkirakan Akan Mencapai Harga Rp 15.000 Per Liter

by -124 Views

Selasa, 24 Oktober 2023 – 08:24 WIB

Jakarta – Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmi Radhi memproyeksikan harga minyak dunia akan mencapai US$100 per barel pada pertengahan bulan November-Desember 2023. Hal ini juga akan berdampak pada harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri.

Adapun pada Senin, 25 Oktober 2023 harga minyak berjangka Brent mencapai US$91,49 per barel pada pukul 02.03 GMT. Sedangkan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan sebesar US$87,36 per barel.

“Saya memproyeksikan harga minyak dunia bisa mencapai US$100 per barel seperti yang pernah terjadi pada tahun 2022. Hal ini didukung oleh beberapa variabel,” kata Fahmi saat dihubungi VIVA pada Senin, 23 Oktober 2023.

Fahmi menjelaskan bahwa perang antara Israel dan Hamas tidak akan berdampak signifikan pada harga minyak dunia. Namun, jika perang tersebut meluas ke negara-negara Arab, harga minyak diperkirakan akan melonjak.

Selain itu, faktor lain yang mendorong kenaikan harga minyak menjadi US$100 per barel adalah adanya musim dingin yang biasanya terjadi pada bulan November. “Maka ada kemungkinan harga minyak mencapai di atas US$100 per barel menjelang pertengahan November-Desember,” jelasnya.

Fahmi melanjutkan bahwa jika harga minyak dunia mencapai US$100 per barel, kenaikan ini akan mempengaruhi harga BBM non-subsidi, salah satunya Pertamax. “Untuk Pertalite dan Solar, saya perkirakan Pemerintah tidak akan menaikkannya. Kenaikan harga BBM subsidi akan memberikan kontribusi terhadap inflasi dan menyebabkan harga kebutuhan pokok meningkat, terutama saat ini harga beras sudah mahal,” jelasnya.

Dia memproyeksikan bahwa harga Pertamax yang dijual akan mencapai Rp 15.000 per liter. Saat ini, harga Pertamax di DKI Jakarta sebesar Rp 14.000 per liter.

“Jika benar harga Pertamax adalah Rp 15.000, sedangkan Pertalite tetap Rp 10.000, maka selisih harga sekitar Rp 5.000,” ujarnya.

Menurut Fahmi, dengan adanya selisih harga yang besar tersebut, masyarakat kemungkinan akan beralih menggunakan BBM jenis Pertalite. Hal ini akan membebani APBN. “Maka saya khawatir akan terjadi migrasi dari Pertamax ke Pertalite, yang akan semakin membebani APBN untuk subsidi BBM,” tandasnya.