Leadership of Indonesia’s National Leaders: First Posthumous Marshal TNI Iswahjudi

by -53 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I]

Sejarah bagaimana para pendahulu membentuk sebuah unit militer sangat penting bagi sebuah organisasi militer. Anggota militer perlu mengetahui pencapaian dan pengalaman yang telah dilakukan oleh organisasi mereka di masa lalu.

Kisah heroik Iswahjudi merupakan sorotan lain dalam sejarah TNI Angkatan Udara Indonesia. Dia adalah pionir Angkatan Udara bersama Adisoetjipto, Abdulrachman Saleh, dan Husein Sastranegara.

Sejarah bagaimana para pendahulu membentuk sebuah unit militer sangat penting bagi sebuah organisasi militer. Anggota sebuah organisasi militer perlu mengetahui pencapaian dan pengalaman pendahulunya.

Dengan mengetahui masa lalunya, anggota akan lebih termotivasi dalam melaksanakan tugas mereka. Kita tahu bahwa setiap unit militer memiliki karakter, identitas, bahkan psikologi yang khas.

Sebuah unit militer terdiri dari sekelompok orang yang selalu berhadapan dengan bahaya. Mereka harus siap untuk kemungkinan terbunuh dalam tugas setiap saat. Mereka dilatih untuk ditempatkan di medan pertempuran dan melaksanakan misi-misi yang sulit.

First Marshall Posthumous Iswahjudi lahir di Surabaya pada tahun 1918. Iswahjudi dikenal sebagai pionir TNI Angkatan Udara Indonesia bersama Adisoetjipto, Abdulrachman Saleh, dan Husein Sastranegara.

Dia aktif terlibat dalam militer sejak usia muda, seperti dalam Korps Aviator Sukarela (Vrij-Wilig Vliegers Corps atau VVC), yang dibentuk untuk membela pemerintah Belanda dari serangan Jepang. Pada satu kesempatan, dia diangkat sebagai satu-satunya relawan Indonesia yang menjadi agen untuk Sekutu dalam misi rahasia di Jawa.

Dia juga terdaftar sebagai kadet pertama Sekolah Penerbangan Adisoetjipto. Karir penerbangannya gemilang. Pada masa setelah kemerdekaan, dia menjadi siswa Aviasi di Maguwo. Pada Desember 1945, Iswahjudi bergabung dengan Angkatan Udara Keamanan Rakyat yang dipimpin oleh Adisoetjipto di Yogyakarta.

Iswahjudi kemudian diangkat menjadi Komandan pangkalan udara Maospati, di Madiun, pada tahun 1947, karena dedikasi tanpa pamrihnya. Selanjutnya, pada akhir tahun 1947, Iswahjudi diangkat untuk memimpin pembangunan pangkalan udara Bukittinggi.

Setelah itu, Iswahjudi diangkat bersama Halim Perdanakusuma untuk mengambil kembali pesawat Avro Anson VH-BBY yang baru saja dibeli pemerintah Indonesia. Namun, dalam perjalanan pulang pada 14 Desember 1947, mereka mengalami cuaca buruk di Selat Malaka. Pesawat jatuh ke puncak pohon di Tanjung Hantu, Perak, Malaysia. Keduanya tewas dalam tugas.

Source link