Ekonomi Menengah di Jakarta – Prabowo2024.net: Tinjauan Singkat

by -152 Views

Oleh Prabowo Subianto dari Buku 1 Kepemimpinan Militer: catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto

Salah satu indikator kesenjangan ekonomi di Indonesia adalah data lokasi kegiatan ekonomi atau perputaran uang di dalam negeri. Pada tahun 2020, besarnya ekonomi Indonesia atau PDB mencapai USD 1.058 miliar, atau sekitar Rp. 15.300 triliun jika menggunakan kurs satu dollar setara Rp. 14.500. Dari jumlah perputaran ekonomi sebesar Rp. 15.300 triliun, sekitar 70% di antaranya berputar di Jakarta, sedangkan sisanya berputar di kota-kota besar lainnya seperti Surabaya, Medan, dan Semarang. Hanya sedikit yang beredar di desa-desa di seluruh Indonesia, dan bahkan kebanyakan terkonsentrasi di pulau Jawa.

Laporan terbaru dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga menunjukkan bahwa posisi per September 2023, total uang yang tersimpan di seluruh bank di Indonesia mencapai Rp. 8.205 triliun. Dari jumlah tersebut, 52% di antaranya berada di cabang-cabang bank di Jakarta. Hal ini menjadi perhatian karena meskipun jumlah penduduk Jakarta hanya 3,9% dari penduduk Indonesia, namun 52% simpanan di bank di Indonesia dimiliki atau dikelola oleh penduduk Jakarta. Rata-rata simpanan per rekening di Jakarta juga sangat besar, mencapai Rp. 402 juta per rekening, jauh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional yang hanya Rp. 29 juta per rekening.

Konsentrasi ekonomi yang tinggi di Jakarta dan pulau Jawa ini berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat Indonesia. Infrastruktur seperti jalan raya, kereta, dan listrik tidak tersedia dengan baik di pedesaan dan di luar Jawa. Bahkan, di kampung halaman saya, di Sulawesi Utara, masih sering terjadi pemadaman listrik selama 6-12 jam pada tahun 2019.

Masalah gizi juga menjadi perhatian serius. Di NTT, dua dari tiga anak mengalami stunting akibat malnutrisi, sedangkan di Jakarta angka malnutrisi mencapai 1 dari 3 anak. Hal ini sangat menyedihkan mengingat banyaknya gedung pencakar langit dan hotel-hotel mewah. Ketidakseimbangan ini berbahaya karena menyebabkan 1 dari 3 orang Indonesia tidak memiliki kesempatan bersaing yang sama. Anak yang mengalami kekurangan gizi akan mengalami kesulitan dalam prestasi di sekolah dan sulit mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan tinggi.

Sumber link: Prabowo Subianto