Kuasa hukum dari Kepala Cabang Pembantu (KCP) bank di Jakarta Pusat, yang telah meninggal, menyatakan bahwa kliennya tidak dipilih secara sembarangan oleh tersangka. Menurut pengacara tersebut, tersangka C telah bertemu dengan korban sebelum eksekusi penculikan yang menyebabkan kematian KCP tersebut. Bahkan, korban telah memberikan kartu namanya secara pribadi kepada tersangka terkait bisnis yang sedang dikelolanya. Hal ini menunjukkan bahwa pertemuan antara korban dan tersangka tidak terjadi secara acak.
Meskipun ada perbedaan pendapat dengan fakta dari penyelidikan kepolisian, kuasa hukum tersebut tidak ingin berseteru dengan penyidik. Boyamin, kuasa hukum KCP tersebut, mengeklaim bahwa ada tanda-tanda pembunuhan berencana dalam kasus ini, yang diperkuat dengan temuan korban yang ditemukan terikat dalam keadaan tertentu. Karena itu, pihaknya berniat untuk mengirim surat resmi ke Polda Metro Jaya agar para tersangka dijerat dengan pasal pembunuhan berencana.
Terungkap bahwa korban adalah sasaran acak dari sebuah rencana komplotan tersangka. Awalnya, tersangka DH mengajak KCP untuk melakukan tindakan yang tidak sah, namun mereka mengalami jalan buntu. K kemudian memberikan data kartu nama milik korban kepada DH untuk menelusuri keberadaan korban. Data itulah yang digunakan untuk merencanakan penculikan yang berujung pada kematian KCP tersebut. Selain itu, skenario kejahatan yang dilakukan para tersangka, mulai dari penculikan hingga ancaman, menunjukkan kemungkinan adanya niat untuk menyembunyikan perbuatan mereka.
Kisah yang tragis ini memberikan banyak pelajaran tentang kerahasiaan data pribadi dan pentingnya keamanan dalam bisnis. Melalui investigasi yang cermat dan koordinasi yang baik antara pihak-pihak terkait, diharapkan kejadian serupa dapat dicegah di masa mendatang. Semoga kasus ini segera terungkap dengan adil dan membawa keadilan bagi keluarga korban.