Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya mencatat terdapat 2.597 laporan polisi terkait tindak pidana siber, dengan kerugian mencapai Rp24,3 miliar sejak Januari hingga Agustus 2025. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto, menjelaskan bahwa penipuan daring online, phishing, dan pinjaman online ilegal (pinjol) merupakan bentuk penipuan yang paling dominan. Trend kejahatan siber ini meningkat secara signifikan pada Mei hingga Juli 2025, dengan lebih dari 800 laporan tercatat. Penipuan berbasis kerja paruh waktu, investasi kripto fiktif (pig butchering scam), hingga pemerasan seksual (sextortion) menjadi modus yang semakin canggih.
Teridentifikasi pula adanya jaringan internasional yang melibatkan pelaku dari Indonesia, Malaysia, dan Kamboja. Di Indonesia, sindikat mencari nominee untuk membuka rekening bank dan dompet kripto yang kemudian dijual kepada jaringan penipuan online di Kamboja. Pelaku banyak memanfaatkan platform WhatsApp (486 kasus) sebagai tempat utama penipuan, diikuti oleh Instagram (98 kasus), Facebook (66 kasus), dan e-commerce (30 kasus). Metode phishing, smishing, malware, dan deepfake berbasis AI juga mulai digunakan untuk mencuri data pribadi korban.
Polda Metro Jaya membentuk Satgas Siber dengan menggandeng Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) guna menangani dan memberantas aktivitas keuangan ilegal. Sebagai upaya penanggulangan, Polda Metro Jaya meluncurkan aplikasi Siber Ungkap – Anti Scam Center untuk menangani kasus penipuan online secara cepat. Masyarakat diingatkan agar waspada terhadap tawaran investasi yang tidak memiliki izin resmi. Meskipun kejahatan siber semakin berkembang dan terorganisir lintas negara, upaya pencegahan dan penindakan terus dilakukan untuk menjaga keamanan masyarakat dari ancaman cybercrime.





