Di sebuah lapangan latihan panahan di Surabaya, seorang gadis kecil berdiri dengan penuh tekad. Namanya Cetta Anindya Hayu Nirwasita, seorang anak berusia 10 tahun dengan ambisi besar. Meskipun ia tumbuh dalam lingkungan yang tidak selalu mendukung, Cetta memilih bergabung dengan klub panahan Trah Pemanah, di bawah naungan Fespati. Awalnya, panahan hanyalah cara untuk mengalihkan perhatian Cetta dari gadget dan lingkungan yang kurang baik. Namun, latihan panahan yang awalnya hanya iseng, bertransformasi menjadi prestasi gemilang. Cetta berhasil meraih juara pertama kategori U12 putri di ajang Festival Olahraga Rekreasi Nasional (Fornas) 2025.
Di tengah kesuksesan, ada perjuangan yang tak terlihat dari ibunya, Athalia Sulastri. Meskipun dicap sebagai orang yang memanfaatkan anak, Athalia tetap tegar mendukung Cetta. Bagi Cetta, panahan bukan hanya sekadar olahraga, melainkan tempat di mana ia merasa aman. Dalam keluarga asuh ibunya yang tegas, Cetta tumbuh menjadi atlet yang percaya diri. Dukungan dari pelatihnya, Kurnia Cahyanto, juga turut memberikan pengaruh positif bagi Cetta.
Selain itu, Cetta juga aktif di sekolah dan berhasil masuk peringkat tiga besar di kelasnya. Athalia berharap Cetta akan menjadi pribadi yang lebih baik dari orang tuanya, dan terus berdoa agar nama baik Jawa Timur, khususnya Surabaya, bisa diharumkan melalui prestasi panahan. Prestasi demi prestasi yang diraih Cetta, tidak hanya membuat Athalia bangga akan trofi, tetapi juga keberhasilan Cetta tumbuh dari seorang gadis pemalu menjadi atlet yang percaya diri. Seperti yang dikatakan Athalia, “Busur itu kecil, tapi bisa melesat jauh. Begitu juga anak saya.”