Ironi Medali Emas: Keadilan Atlet di Kota Pahlawan

by -31 Views

Suara Indonesia, Surabaya – Di balik kejayaan medali emas yang membanggakan daerah, terdapat ironi yang menyayat hati terkait keadilan. Sementara sebagian besar atlet dihormati sebagai pahlawan dengan bonus dan acara mewah, sebagian lainnya harus berjuang dalam kesunyian, bahkan harus menanggung biaya perjuangan mereka sendiri pada Sabtu (2/8/2025).

Kritik atas ketimpangan perlakuan tersebut diungkapkan dengan jelas oleh Kurnia Cahyanto, seorang pelatih dan penggiat panahan yang langsung merasakan ketidakadilan tersebut. Pengalaman timnya di Festival Olahraga Rekreasi Nasional (Fornas) VIII 2025 di Nusa Tenggara Barat menjadi contoh yang menyakitkan. Timnya, yang memenangkan empat dari lima medali emas panahan untuk Jawa Timur, harus pergi dengan biaya sepenuhnya ditanggung sendiri.

Polemik utama berkaitan dengan dukungan finansial yang minim. Mereka harus menanggung semua biaya dari tiket kapal, akomodasi penginapan, hingga biaya konsumsi selama seminggu di sana. Hal ini menunjukkan adanya diskriminasi sistemik yang terjadi. Prestasi gemilang timnya tidak diikuti dengan apresiasi yang setimpal.

Kurnia menyoroti fakta bahwa biaya per orang untuk anggota tim mencapai minimal Rp 2,5 juta, yang membuat mereka harus mengeluarkan sejumlah uang yang besar. Janji uang saku pun tidak terwujud. Selain bonus, seremoni keberangkatan resmi pun tidak diberikan oleh pemerintah kota, menggambarkan minimnya pengakuan yang mereka terima.

Peristiwa ini mengungkap dualisme dalam struktur keolahragaan nasional yang berdampak negatif pada daerah. Di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) mengurusi cabang olahraga prestasi (seperti PON), sementara Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI) mengelola olahraga rekreasi (seperti Fornas). Walaupun secara teoritis setara, namun secara praktis, pemisahan ini menyebabkan hierarki pengakuan dan alokasi anggaran.

Kritik Kurnia mendapat tanggapan dari Ketua KORMI Kota Surabaya, Muhammad Sunar, yang meminta pemahaman dari publik. Ia menekankan bahwa KORMI masih dalam tahap perjuangan awal, sebagaimana halnya KONI pada masa pendiriannya. Mereka berkomitmen untuk terus berjuang dengan semangat kolaboratif dan saling menghargai.

Source link