Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, secara terang-terangan menyatakan bahwa data pertumbuhan ekonomi Indonesia selama pemerintahan Jokowi perlu dipertanyakan. Menurutnya, angka pertumbuhan yang tetap sekitar 5 persen selama beberapa tahun terakhir terlihat tidak masuk akal dan menimbulkan kecurigaan akan adanya pemalsuan data.
Anthony menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode pertama Jokowi cenderung stagnan, bahkan menurun hingga hanya mencapai 4,88 persen pada 2015. Ia juga mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi yang stabil di sekitar angka 5 persen dari tahun ke tahun, seperti 5,03 persen (2016), 5,07 persen (2017), 5,17 persen (2018), dan 5,02 persen (2019), terlihat sangat mencurigakan.
Menurut Anthony, pertumbuhan ekonomi yang begitu stabil dalam jangka waktu yang lama seperti ini adalah hal yang tidak lazim dan menimbulkan kecurigaan akan adanya manipulasi data. Bahkan, jika dibandingkan dengan pola pertumbuhan ekonomi triwulanan Vietnam atau Indonesia sebelum 2014 yang lebih fluktuatif, pertumbuhan ekonomi yang stabil tersebut semakin terlihat tidak sesuai dengan dinamika pasar nyata.
Selain menjadi sorotan di dalam negeri, dugaan manipulasi data pertumbuhan ekonomi Indonesia juga menarik perhatian ekonom di luar negeri. Pendapat Gareth Leather dari Capital Economics yang tidak percaya pada data PDB Indonesia seperti yang diungkapkan dalam tulisannya, “Why we don’t trust Indonesia’s GDP data,” menjadi bukti bahwa kecurigaan tersebut tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga mencuat ke tingkat internasional.