Indonesia saat ini menghadapi tekanan ekonomi global akibat perang dagang yang semakin intensif antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Pengumuman tarif balasan Tiongkok yang mencapai 34% telah menimbulkan kepanikan di pasar keuangan global, memicu keluarnya dana global dari aset berisiko dan pasar negara berkembang.
Dampak dari situasi ini terlihat jelas dalam pelemahan Rupiah yang mencemaskan. Berdasarkan data realtime Bloomberg, kontrak Rupiah NonDeliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri telah turun drastis mencapai Rp17.006/US$. Hal ini menunjukkan penurunan sebesar 1,63% dari posisi sebelumnya. Pergerakan Rupiah di pasar offshore seringkali memengaruhi tren Rupiah di pasar spot.
Reaksi dari masyarakat terhadap kondisi ini juga terlihat di media sosial, seperti akun @BosPurba yang menyatakan keprihatinannya. Menurutnya, angka 18 ribu merupakan batas terbaik untuk Rupiah, sehingga situasi saat ini sangat mengkhawatirkan. Netizen tersebut juga menyoroti potensi dampak besar yang bisa terjadi di Indonesia jika situasi terus memburuk, seperti goncangan ekonomi yang bisa berimbas pada politik.
Perkembangan situasi ini akan terus dipantau oleh masyarakat Indonesia, sementara para ahli dan policymaker berupaya mencari solusi untuk menghadapi tekanan ekonomi global yang semakin meningkat. Semua pihak diharapkan dapat bersama-sama mengatasi kondisi ini demi menjaga kestabilan ekonomi dan politik Indonesia ke depan.