Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Aloysius Benedictus Mboi

by -1332 Views
Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Aloysius Benedictus Mboi

By: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I: Pemimpin Teladan TNI]

Saya belajar pelajaran hidup kunci ketika Pak Ben Mboi mengatakan, ‘Prabowo jika kamu ingin menjadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa memberitahumu dua hal. Pertama, cintai rakyatmu dan kedua, gunakan akal sehatmu. Tak akan salah arah.’

Itulah yang selalu saya ingat. Sebagai pemimpin, kita harus mencintai rakyat, mencintai orang-orang kita. Kemudian kita harus menggunakan akal sehat. Kita tidak perlu terlalu jauh karena akal sehat biasanya berhasil.

Kata-katanya mengingatkan saya pada pepatah Jawa, “Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso Rumongso.” Tidak cukup bagi pemimpin memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas, tetapi mereka juga harus dapat merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah ide filosofis yang sangat dalam bagiku. Bahkan sekarang, saya masih memegang kutipan Pak Ben Mboi, ‘cintai rakyatmu, gunakan akal sehatmu’.

Setelah bertahun-tahun, saya bertemu Dokter Ben Mboi, seperti yang lebih dikenal setelah ia pensiun sebagai seorang prajurit dan sebagai Gubernur Nusa Tenggara Timur. Di TNI, dia dikenal sebagai seorang dokter militer yang ikut serta dalam terjun payung RPKAD di Merauke selama kampanye pembebasan Irian Barat. Saat itu, komandan kompi adalah Kapten Benny Moerdani, yang kemudian menjadi Menteri Pertahanan dan Panglima TNI (PANGAB) pada tahun 1980-an. Pak Ben Mboi adalah bagian dari kompi Pak Benny Moerdani yang terjun ke Merauke.

Ketika saya bertemu Pak Ben Mboi, dia membagikan banyak cerita dengan saya. Antara lain, dia bercerita tentang kisah ketika dia naik pesawat Hercules sebelum terjun payung ke Irian Barat. Saat itu, Panglima Besar Komando Mandala adalah Mayor Jenderal Suharto, dan dia memimpin upacara pamitan. Operasi Jaya Wijaya memiliki satu tujuan: mengakhiri pendudukan Belanda di Irian Barat. Pak Harto kemudian menjadi seorang Jenderal TNI dan akhirnya Presiden Republik Indonesia.

Pada saat itu, Pak Ben Mboi masih seorang Letnan Satu. Dia adalah seorang dokter militer. Dia menceritakan bahwa para prajurit yang dipimpin oleh Pak Benny Moerdani melakukan pemeriksaan kehadiran di samping pesawat transporter C-130 Hercules yang mesinnya sudah dihidupkan. Dengan latar belakang suara keras mesin Hercules, Pak Harto memberikan pidato yang sangat singkat.

Menurut Pak Ben Mboi, dia mendengar Pak Harto berkata: ‘Kalian akan melaksanakan tugas membebaskan Irian Barat. Kami mengirimkan dua tim sebelum kalian beberapa hari yang lalu. Namun kami belum bisa menghubungi mereka. Saya harus memberitahumu, peluang kalian kembali hidup hanya 50 persen. Sekarang saya akan memberikan kalian tiga menit untuk memikirkannya. Jika kalian ragu, sekaranglah waktunya untuk mundur.’

Menurut Pak Ben Mboi, tidak ada yang keluar dari barisan. Pak Harto melirik jam tangannya, dan setelah tiga menit, dia memerintahkan para prajurit untuk naik pesawat. Pak Ben Mboi kemudian bercanda mengatakan kepada saya bahwa, mungkin, jika Pak Harto memberi mereka lebih banyak waktu untuk memikirkannya, katakanlah lima menit, banyak dari mereka akan mengubah pikirannya.

Meskipun lucu, itu memang adalah tindakan kepahlawanan. Saya berpikir, mungkin Pak Ben Mboi benar, jika mereka diberi lebih banyak waktu, mereka mungkin akan berpikir, ‘Oh tidak, ada 50 persen kemungkinan saya kembali ke keluarga dalam sebuah kantong mayat.’ Namun mereka tak goyah; bahkan keraguan sedikit pun tidak muncul di pikiran mereka. Itu adalah semangat kepahlawanan yang mendasari jiwa nasional pada saat itu.

Ada cerita menarik lain yang dibagikannya setelah masa jabatannya sebagai gubernur berakhir. Saat itu, bawahannya dan stafnya sadar bahwa Pak Ben Mboi tidak memiliki rumah. Jadi mereka mulai menggalang dana dan menerima dukungan dari pemerintah setempat dan beberapa pengusaha lokal untuk membangun rumah Pak Ben Mboi. Sebenarnya, Indonesia memiliki banyak orang hebat yang mendedikasikan seluruh karir mereka untuk negara dan pensiun tanpa memiliki rumah. Itu berarti bahwa mereka tidak melakukan korupsi atau mencari keuntungan pribadi namun tidak dihargai secara layak. Dan karena mereka sangat dihormati oleh bawahannya selama bertahun-tahun, orang-orang ini menemukan cara untuk mendapatkan cukup uang untuk membangun rumah setelah pensiunnya komandan mereka.

Saya juga belajar pelajaran hidup kunci ketika Pak Ben Mboi mengatakan kepada saya, ‘Prabowo, jika kamu ingin menjadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa memberitahumu dua hal. Pertama, cintai rakyatmu dan kedua, gunakan akal sehatmu. Tak akan salah arah dengan prinsip ini.’

Itulah yang selalu saya ingat. Sebagai pemimpin, kita harus mencintai rakyat, mencintai orang-orang kita. Kemudian kita harus menggunakan akal sehat. Kita tidak perlu terlalu jauh karena akal sehat biasanya berhasil. Ini mengingatkan saya pada pepatah Jawa, Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso O Rumongso.” Tidak cukup bagi pemimpin menyelesaikan tugas, tetapi mereka juga harus merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah filosofi yang sangat dalam bagi saya. Bahkan sekarang, saya masih memegang pesan Pak Ben Mboi, ‘cintai rakyatmu, gunakan akal sehatmu’.

Source link