Ketua Program Studi Hubungan Internasional UKI Mendesak untuk Regulasi Spionase yang Jelas dan Tegas

by -74 Views

Ketua Prodi HI UKI: Regulasi Spionase Harus Tegas

Regulasi terkait spionase perlu diatur dengan sangat detail oleh negara. Hal ini dikarenakan aturan yang ketat dapat mencegah dampak negatif di masa depan. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Program Studi HI dan Direktur CSJGR Universitas Kristen Indonesia (UKI), Arthuur Jeverson Maya saat menghadiri seminar dengan tema “Aturan Tambahan dalam Spionase: Jejaring atau Kuasa, Sebuah Diskursus” yang diselenggarakan oleh Center for Security and Foreign Affairs (CESFAS) UKI bekerja sama dengan Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI).

“Regulasi yang jelas dan tegas untuk mengatur kegiatan spionase sangat penting, agar tidak menimbulkan masalah etika dan hukum di masa mendatang,” kata Arthuur di UKI, Selasa (11/6).

Dalam laporan perangkat sadap amnesty international, digambarkan bahwa alat penyadap canggih yang digunakan oleh beberapa pemerintah dapat melanggar hak asasi manusia. Untuk melindungi diri, disarankan untuk selalu memperbarui perangkat lunak, menggunakan kata sandi yang kuat, dan berhati-hati dalam berbagi informasi secara online.

Arthuur juga menyoroti kontradiksi dalam hubungan negara dengan spionase, serta pentingnya perkembangan teknologi dalam akses informasi. Menurutnya, spionase merupakan bentuk perang yang dilakukan secara terselubung dengan cara melakukan pengawasan dan pengumpulan informasi secara rahasia.

Arthuur mengakui adanya kontradiksi antara keterbukaan dan kerahasiaan dalam hubungan negara dan spionase. Negara perlu transparan untuk menjaga legitimasi dan kepercayaan publik, namun kerahasiaan juga diperlukan untuk melindungi keamanan nasional.

Selain itu, kemajuan teknologi dalam akses informasi juga menjadi perhatian Arthuur. Perbedaan kecepatan dalam akses informasi dapat menjadi tantangan yang besar.

“Negara harus terus memperbarui dan meningkatkan teknologi mereka untuk memastikan informasi dapat digunakan secara efektif,” ujarnya.

Anggota Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin juga berbagi pengalaman dan pandangannya mengenai intelijen. Dia mengulas evolusi intelijen dari masa lalu hingga sekarang, pentingnya teknologi dalam kegiatan intelijen, serta tantangan dalam penyadapan.

“Di masa lalu, operasi intelijen dilakukan dengan sumber daya terbatas dan teknologi yang kurang memadai, sehingga situasinya sering disebut sebagai senyap dan berbahaya,” ungkap Hasanuddin.

Untuk mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, UU No. 17 Tahun 2017 disusun untuk mengatur praktik intelijen. Meskipun masih terdapat kekurangan dalam praktik penyadapan.

“Penyadapan tetap penting untuk mengungkap tindakan kriminal yang dapat merugikan masyarakat,” tambahnya.

Seminar ini bertujuan untuk membahas isu spyware dan menekankan pentingnya regulasi yang seimbang antara keamanan nasional dan hak-hak sipil. Dengan adanya para pakar dan praktisi di bidang tersebut diharapkan seminar ini dapat memberikan kontribusi dalam merumuskan kebijakan yang lebih baik di masa depan.

Diskusi juga menyoroti pentingnya regulasi yang seimbang antara keamanan nasional dan hak-hak sipil. Melalui pembahasan yang mendalam dan pandangan dari para ahli serta praktisi, seminar ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dan membuka ruang dialog konstruktif mengenai masa depan regulasi spionase di Indonesia.

Dengan demikian, Indonesia diharapkan dapat menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks di era digital ini dengan lebih siap dan responsif.
Turut hadir dalam diskusi adalah Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UKI, Verdinand Robertua; Direktur CESFAS, Darynaufal Mulyaman; Hoga Saragih dari Universitas Bakrie; Direktur Riset ISI (Indo-Pacific Strategic Intelligence), Aishah Rasyidilla Kusumasomantri; dan Guru Besar Keamanan Internasional UKI, Angel Damayanti.
Sumber: https://www.rmoljabar.id/2024/06/11/ketua-prodi-hi-uki-regulasi-spionase-harus-jelas-dan-tegas

Source link