Tantangan dan Harapan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral di Masa Pemerintahan Prabowo-Gibran

by -158 Views

Pemilihan Umum (KPU) secara resmi telah menetapkan pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto Djojohadikusumo dan Gibran Rakabuming Raka, sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 melalui sidang pleno terbuka di kantor KPU, Jakarta, Rabu (24/4/2024). Penetapan tersebut dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 01 dan 03, Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mohammad Mahfud Mahmodin. Dasar hukum penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih adalah Keputusan KPU Nomor 504 Tahun 2024.

Dengan akumulasi 96.214.691 suara atau 58,59% dari total suara sah pilpres, Prabowo-Gibran berhasil memenangkan pemilihan tersebut. Pengucapan sumpah/janji presiden dijadwalkan akan berlangsung pada Minggu, 20 Oktober 2024, dengan dinamika politik yang terus menghangat menjelang pelantikan. Salah satu fokus dalam arsitektur kabinet Prabowo-Gibran adalah sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM).

Pentingnya sektor ESDM di tengah era transisi energi saat ini dijadikan perhatian utama, mengingat tugas kementerian tersebut dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ESDM untuk mendukung Presiden dalam menjalankan pemerintahan. Dengan target pertumbuhan ekonomi hingga 8% dalam 2-3 tahun pertama masa jabatan, Prabowo memiliki keyakinan kuat bahwa hal tersebut dapat tercapai.

Pada sektor minyak bumi, lifting minyak yang terus menurun menghadirkan tantangan besar. Investasi dalam sektor hulu migas juga perlu ditingkatkan, dengan adanya kendala-kendala seperti tumpang tindih lahan dan keputusan penarikan investasi asing oleh perusahaan besar. Perbaikan dalam iklim investasi hulu minyak di Indonesia sangat diperlukan untuk menarik minat investor.

Transisi energi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan menuntut komitmen dan political will yang kuat. Pemerintahan sebelumnya telah menunjukkan langkah-langkah dalam pengembangan EBT. Dengan potensi energi baru dan terbarukan yang besar, pengembangan yang maksimal sangat diperlukan untuk mencapai target net zero emissions pada tahun 2060. Pelaksanaan kebijakan di sektor EBT juga terus dilakukan, dengan pemerintah menargetkan pangsa EBT mencapai 23% pada tahun depan.

Pengembangan EBT di Indonesia terus didorong, dengan PLN dan Kementerian ESDM merencanakan penambahan kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT hingga 80 GW sampai tahun 2040. Upaya pengurangan penggunaan batu bara dalam PLTU juga terus diperjuangkan, dengan alternatif substitusi seperti limbah padat kelapa sawit dan pelet kayu sebagai bahan bakar alternatif. Diperlukan langkah-langkah strategis dalam pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan untuk mengurangi dampak negatif lingkungan dan mencapai target dekarbonisasi.

Source link