DPRD Tuban Menyebut Dinkes-RSUD saling Lempar Tanggung Jawab terkait Warga Miskin yang Tak Bisa Berobat dengan SKTM dan Meninggal

by -134 Views
DPRD Tuban Menyebut Dinkes-RSUD saling Lempar Tanggung Jawab terkait Warga Miskin yang Tak Bisa Berobat dengan SKTM dan Meninggal

Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Tri Astuti, mengungkap bahwa Dinkes P2KB dan RSUD dr Koesma Tuban saling lempar soal polemik SKTM yang tidak lagi bisa digunakan sebagai syarat untuk berobat gratis bagi warga miskin. Astuti meminta instansi terkait di lingkungan Pemkab Tuban, seperti Dinkes P2KB dan RSUD dr Koesma Tuban, duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Hal ini bertujuan agar kasus pasien dari keluarga miskin bernama Sukati (40) yang meninggal setelah tidak bisa berobat lebih lanjut di RSUD dr Koesma Tuban dengan menggunakan SKTM tidak terulang kembali.

“Perlu duduk bersama satu meja baik Dinkes, RSUD, Dinsos, dan BPJS agar tidak saling lempar,” kata Tri Astuti menanggapi polemik SKTM yang tidak bisa digunakan untuk berobat pada Rabu (8/5/2024).

Politikus dari Partai Gerindra ini juga berencana memanggil para pejabat di Dinkes P2KB dan RSUD dr. Koesma Tuban dalam waktu dekat. “Segera kita agendakan pemanggilan terhadap instansi terkait setelah libur,” ungkap Astuti.

Lebih lanjut, Astuti membantah pernyataan Kepala Dinkes P2KB Esti Surahmi yang menyebut bahwa dewan menyampaikan adanya praktik calo SKTM sehingga warga yang sebenarnya mampu secara ekonomi bisa menikmati berobat gratis.

“Tanya sumbernya dari mana, sebut nama. Di Komisi IV tidak pernah menyampaikan hal tersebut,” tegas Ketua Komisi IV DPRD Tuban yang menangani pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.

**Kronologi Polemik SKTM Tidak Bisa Digunakan di RSUD**

Sukati (40), warga miskin asal Desa Tegalsari, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban, mengalami sakit parah sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Pada 1 Mei 2024, ia dibawa ke RSUD dr Koesma Tuban dan ditangani di ruang IGD. Karena kondisinya telah parah, Sukati harus menjalani perawatan lanjutan dan diminta untuk mengurus administrasi rumah sakit. Ketiadaan biaya membuat suaminya, Samsir (45), menyodorkan SKTM kepada petugas rumah sakit dengan harapan semua biaya bisa ditanggung pemerintah.

Namun, petugas setempat menyatakan bahwa SKTM tidak bisa lagi digunakan untuk berobat gratis di RSUD dr Koesma Tuban. Samsir diminta untuk mendaftarkan istrinya sebagai pasien umum.

“Sudah tiga hari tidak sadar istri saya. Mau berobat di rumah sakit menggunakan SKTM ditolak,” kata Samsir kepada Suara Indonesia pada Sabtu (4/5/2024). Beruntung, Kepala Desa Tegalsari, Supriyono, bersedia menanggung biaya perawatan Sukati sebagai pasien umum. Namun karena diduga terlambat mendapatkan pengobatan lebih lanjut, Sukati meninggal dunia pada 2 Mei 2024 sekitar pukul 03.00 WIB. Sebagai pasien umum, Supriyono menanggung semua biaya rumah sakit Sukati sebesar Rp 3 juta dari uang pribadinya.

**RSUD dr. Koesma Tuban dan Dinkes P2KB angkat bicara**

Direktur RSUD dr. Koesma Tuban, Moh. Masyhudi, membantah bahwa rumah sakit menolak pasien untuk berobat dengan SKTM. Menurutnya, SKTM hanya merupakan administrasi awal. Keluarga pasien harus mengurus lagi Surat Pernyataan Miskin (SPM) di Dinsos setempat.

“Kami sebagai RSUD pemerintah tidak boleh dan tidak akan menolak warga miskin untuk berobat ke rumah sakit. Mungkin ada miskomunikasi,” ujar Masyhudi saat dihubungi pada Sabtu, 4 Mei 2024.

Namun, Masyhudi mengakui bahwa untuk sementara waktu RSUD belum bisa menerima pasien dengan SPM karena dana SPM dari Pemkab Tuban sudah habis. “Saya sudah klarifikasi ke Bu Kadinkes. Pemkab Tuban sudah habis dana SPM dan masih diupayakan ada tambahan dana dari pemkab untuk program SPM,” jelasnya.

Kepala Dinkes P2KB Tuban, Esti Surahmi, juga menyatakan bahwa Sukati meninggal bukan karena terlambat mendapatkan perawatan lebih lanjut di RSUD dr. Koesma Tuban, melainkan karena kondisi pasien yang sudah parah ketika dibawa ke rumah sakit.

“Iya, pasien kemarin sudah dilayani di rumah sakit. Tapi kondisinya sudah sangat parah dan tidak sadar,” kata Esti kepada Suara Indonesia pada Minggu, 5 Mei 2024.

Esti mengakui bahwa sekarang warga Tuban yang kurang mampu tidak bisa lagi menggunakan SKTM untuk berobat gratis di RSUD dr. Koesma Tuban karena Pemkab Tuban telah menghapus program tersebut per tanggal 1 Mei 2024. Menurut Esti, pasien miskin yang membutuhkan perawatan gratis di rumah sakit Pemkab Tuban akan dialihkan dan didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan melalui PBID.

“Program SKTM untuk berobat gratis di RSUD per tanggal 1 Mei 2024 telah kita hentikan. Pasien yang tidak mampu akan dialihkan ke PBID yang sumber anggarannya dari daerah. Namun, kita masih mengalami kendala di SIPD (Sistem Informasi Pembangunan Daerah),” ungkap Esti.

Esti menegaskan bahwa penghapusan SKTM telah melalui pembahasan dan evaluasi semua pihak. Pemkab Tuban menemukan adanya penyalahgunaan SKTM, di mana warga yang sebenarnya mampu secara ekonomi bisa mendapatkan SKTM untuk berobat gratis. Hal ini menyebabkan pembayaran dana untuk SKTM di APBD membengkak, dari anggaran awal Rp 4 miliar menjadi lebih dari Rp 5 miliar.

“Tahun sebelumnya kami menemukan adanya penyalahgunaan SKTM. Teman-teman dewan juga melaporkan adanya calo terkait SKTM. Maka dari itu, anggaran yang awalnya Rp 4 miliar menjadi lebih dari Rp 5 miliar. Hal ini menjadi tunggakan bagi rumah sakit kami,” tandasnya.

Artikel ini disadur dari SUARA INDONESIA.