Ketidakadilan dalam Sistem Ekonomi: Perspektif dari Prabowo2024.net

by -163 Views
Ketidakadilan dalam Sistem Ekonomi: Perspektif dari Prabowo2024.net

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku 1 Kepemimpinan Militer: catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Masalah utama yang dihadapi ekonomi Indonesia adalah aliran keluar kekayaan ke luar negeri, yang menciptakan ketidakadilan ekonomi. Ketidakadilan ekonomi menyebabkan sebagian besar rakyat hidup dalam kemiskinan dan kesulitan. Menurut data BPS, gini ratio pendapatan warga Indonesia pada tahun 2020 adalah 0,38, dimana 1% orang terkaya memiliki 38% pendapatan. Sementara itu, menurut riset lembaga keuangan Credit Suisse di tahun 2021, angka gini ratio kekayaan warga Indonesia mencapai 0,36, dengan 1% orang terkaya menguasai 36% kekayaan.

Angka gini ratio merupakan indikator utama kesenjangan kekayaan di suatu negara. Artinya, 1% dari populasi terkaya di Indonesia memiliki 36% kekayaan negara. Jika populasi Indonesia adalah 270 juta jiwa, maka 36% kekayaan Indonesia dimiliki oleh 2,7 juta orang saja, sementara 64% sisanya dibagi oleh 267,3 juta jiwa. Bahkan, empat orang terkaya di Indonesia memiliki lebih banyak kekayaan dari 100 juta orang termiskin di Indonesia.

Selain itu, gini ratio untuk kepemilikan tanah juga mengkhawatirkan, dengan angka mencapai 0,67 pada tahun 2020. Hal ini berarti 1% populasi terkaya di Indonesia, yaitu 2,6 juta orang, memiliki 67% tanah Indonesia. Meskipun Pemerintah gencar membagikan sertifikat tanah, masih banyak petani yang tidak memiliki lahan sendiri.

Ketimpangan kekayaan ini juga terlihat melalui akses internet yang tinggi di Indonesia, dimana lebih dari 3/4 populasi dapat melihat dengan jelas ketimpangan kekayaan yang terjadi di negara ini. Ketika masih banyak rakyat susah makan dan hidup dalam ketidakpastian, sebagian kecil orang hidup dalam kemewahan.

Berdasarkan pengalaman sejarah dan pandangan para ahli, faktor-faktor seperti inflasi, kenaikan harga pangan, pengangguran, disparitas penghasilan, radikalisme ideologi, dan korupsi dapat memicu huru-hara, revolusi, dan perang saudara. Hal ini harus menjadi perhatian kita, mengingat Indonesia memiliki gini ratio sebesar 0,36, yang dapat menjadi pemantik bagi konflik sosial yang berkepanjangan. Kita harus waspada terhadap potensi terjadinya huru-hara, revolusi, dan perang saudara.